Sabtu, 10 Juli 2021

Memahami Penyakit Parkinson dengan Mudah: Parkinson dalam Cerita

Apasih penyakit parkinson itu?

Yuk kita kupas sambil aku ceritain ya secara berurutan. ^.^

Jadi, parkinson itu merupakan penyakit dimana penderitanya mengalami gangguan gerakan/diskinesia. Gangguan yang dialami dapat berupa tremor, bergetar, ketidakstabilan postur, gerakan tidak dapat dikontrol sesuai keinginan, pandangan kabur, kesulitan mendengar, kaku, atau terjadinya salivasi berlebihan. 

Kenapa sih hal ini terjadi?

Pada penderita parkinson, dapat terjadi kondisi menurunnya neuron dopamin dan menurunnya kadar dopamin itu sendiri di dalam otak. Menurunnya dopamin di dalam otak dapat meningkatkan inhibisi GABA yang dapat menurunkan input eksitatori ke motor cortex di otak, sehingga terjadi gangguan pada pergerakan. Kemudian, menurunnya dopamin juga dapat menyebabkan produksi asetilkolin meningkat. Produksi asetilkolin yang meningkat dapat menghasilkan signal yang abnormal sehingga mengganggu pergerakan tubuh secara normal.

Jadi pada keadaan normal, dopamin seharusnya ada dalam jumlah yang cukup (tidak kurang dan tidak berlebih) di dalam otak untuk menjaga keseimbangan. 

Produki dopamin sendiri di neuron dopamin (dopaminergik) berasal dari asam amino Tirosin. Tirosin kemudian diubah oleh enzim tirosin hidroksilase menjadi L-dopa (levodopa). L-dopa kemudian diubah oleh enzim AADC melalui tahap dekarboksilase menjadi dopamin. Dopamin yang sudah terbentuk akan dikeluarkan menuju neuron post sinaps untu menimbulkan respon. Tidak semua dopamin yang diproduksi diteruskan ke neuron pascasinaps. Dopamin antarsinaps yang berlebih dapat dikembalikan ke neuron presinaps atau dapat menuju sel glia untuk dimetabolisme. 

Di dalam sel glia, dopamin dimetabolisme oleh enzim monoamin oksidase (MAO) dan enzim katekol-o-metiltransferase (COMT). Enzim MAO melalui serangkaian proses mengubah dopamin menjadi DOPAC sehingga konsentrasi dopamin menurun karena diubah menjadi senyawa lainnya.

Karena penyakit parkinson berhubungan dengan defisiensi dopamin secara langsung atau penurunan jumlah neuron dopamin, maka tujuan pengobatan parkinson yaitu untuk mengembalikan konsentrasi dopamin di otak, meniru aksi kerja dopamin, serta mengantagonis efek eksitatori dari neuron kolinergik (tidak terjadi eksitasi ber;ebihan pada neuron kolinergik).

Obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengatasi parkinson dan mekanismenya sebagai berikut:

1. L-dopa

L-dopa atau levodopa merupakan prekursor alami untuk pembentukan dopamin di otak. Kita dapat menggunakannya sebagai terapi langsung untuk menambah jumlah dopamin dalam otak. Kenapa penderita tidak langsung saja diberikan dopaminnya? 

Perlu diketahui bahwa dopamin tidak dapat menembus sawar otak, namu L-dopa dapat menembusnya dengan menggunakan bantuan. L-dopa sekalipun di perifer dapat dimetabolisme oleh enzim dopa dekarboksilase dan COMT perifer menjadi dopamin atau 3-o-metildopa (3-OMD) berurutan. Seperti sudah dijelaskan diatas, dopamin tidak dapat menembus barier otak, sehingga jika sebelum mencapai otak L-dopa sudah dikonversi menjadi dopamin maka ini tidak akan berguna. 

Maka apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya?

Mari kita lihat, L-dopa yang dikombinasikan dengan karbidopa dapat menghalangi kerja enzim dopa dekarboksilase perifer sehingga pembentukan dopamin tidak terjadi. Kemudian L-dopa juga dapat dikombinasikan dengan Entacapone untuk menginhibisi enzim COMT perifer sehingga benyuk L-dopa tidak berubah menjadi 3-OMD. L-dopa yang akan menembus sawar otak difasilitasi oleh trasnporter asam amino sehingga dapat menembus barier di otak. 

Efek samping kombinasi L-dopa yang perlu diketahui dan diwaspadai antara lain mual, penurunan nafsu makan, hipotensi, gangguan mental, dekolorisasi warna urin, berkeringa, dan salivasi berlebih.

2. Selegilin dan Rasagilin

Selegilin dan rasagilin merupakan selektif inhibitor MAO tipe B (MAO yang ada di otak, bukan perifer). Efek samping kedua obat ini yang perlu diwaspadai antar lain mual, insomnia, diskinesia, dan terjadinya halusinasi visual.

3. Tolcapone 

Tolcapone merupakan inhibitor enzim COMT, Tolcapone dapat berpenetrasi/masuk melewati barier otak lebih baik dibandingkan Entacapone. Tolcapone bekerja baik di sistem saraf pusat maupun perifer.

Efek samping yang harus diwaspadai antara lain toksisitas hati, warna urin berubah, berkeringat, salivasi berlebih, dan diare.

4. Dopamin mimicking agent (peniru aksi dopamin)

Sel untuk memproduksi dopamin seiring berjalannya waktu semakin berkurang, maka obat yang digunakan sebagai prekursor pembentukan dopamin tampaknya akan semakin berkurang juga pengaruhnya. Oleh karena itu, terdapat obat-obatan yang dapat secara langsung dapat menirukan aksi kerja dopamin di dalam otak dengan menempel pada reseptor yang sama. Obat-obatan tersebut yaitu bromokriptin, ropirinol, pramipexol, ritogotine, dan apomorphin.

Penggunaan obat tersebut harus hati-hati. Selain itu efek samping yang perlu diwaspadai antara lain : mual, hipotensi ortostatik, gangguan mental, dan mengantuk saat siang hari.

5. Agen Antimuskarinik

Menurunnya kadar dopamin di dalam otak dapat memicu peningkatan produksi asetilkolin (Ach). Kadar Ach yang tinggi dapat mengaktivasi secara berlebihan reseptor muskarinik yang terdapat di otot (untuk mengontrol pergerakan) sehingga terjadi overstimulasi yang menyebabkan tremor dan kekakuan.

Untuk kasus ini diperlukan agen antimuskarinik untuk memblok reseptor muskarinik sehingga tidak dapat distimulai oleh Ach. Aktivitas ini dapat menyeimbangkan kerja Ach dan dopamin.

Agen antimuskarinik yang dapat digunakan yaitu benztropin, biperiden, prosiklidin, dan triheksilfenidil. Efek samping yang pelu diwaspadai dari penggunaan obat-obatan tersebut yaitu konstipasi, retensin urin, mulut kering, serta pandangan menjadi kabur

6. Amantadin

Obat ini tidak termasuk ke dalam salah satu dari lima golongan obat diatas. Mekanisme amantadin secara pasti belum terlalu dipahami, namun amantadin disinyalir mdapat mencegah reuptake dopamin oleh neuron presinaps, dapat memfasilitasi pelepasan dopamin dari presinaps, meblokir reseptor glutamat NMDA.

7. Suplementasi lain

Suplementasi lain yang dapat digunakan yaitu agen antioksidan untuk melindungi  ancaman degradasi lebih lanjut akibat terjadinya nekrosis sel/apoptosis.

Nah, sekian deh, semoga kamu paham akan penyakit ini dan ingat obat-obatan serta efek sampingnya ya :)

Rabu, 07 Juli 2021

Reumatoid Artritis dalam Cerita

Haloo~

Yuk kita belajar tentang reumatoid artritis. Bayangin aja aku lagi menjelaskan pakai nada bercerita, biar asyik bacanya. Jangan lupa berdoa dulu ya sebelum belajar biar makin nempel di otak hehe

Yuk pasti kita bisa pahamin tentang penyakitnya ^.^

Pernah denger ga penyakit Reumatoid Artritis (RA)?

Perhatikan dulu nih gambarnya yaa..



Nah, jadi RA merupakan penyakit kelainan inflamasi/peradangan kronik, artinya inflamasi yang terjadi berlangsung dalam jangka waktu lama dan terus menerus. Penyakit RA merupakan penyakit autoimun (kelainan imun), karenanya penyakit ini tidak hanya menyerang lansia, namun dapat pula menyerang manusia dewasa/muda. Penyakit autoimun dapat terjadi dikarenakan faktor genetik dan lingkungan. Human Leukocyte Antigen (HLA) berperan dalam RA genetik seperti HLA-DR1 dan HLA-DR4. Sedangkan RA yang diinduksi lingkungan dapat dikarenakan merokok ataupun patogen/bakteri yang berasal dari saluran cerna (Gastro Intestinal Tract/GIT).

Gejala yang dapat terlihat ketika seseorang mengidap RA yaitu terjadinya masalah persedian yang simetris (jika lutut, maka kanan dan kiri akan sakit). Kemudian daerah persendian yang terserang akan terasa panas, kemerahan dan nyeri serta bengkak. Dapat pula terjadi deformitas tulang (bentuknya tidak seperti saat normal), terjadi demam, dan penurunan nafsu makan.

Faktor lingkungan dapat memodifikasi antigen yang kita miliki. Antigen yang berperan disini yaitu IgG antibodi, kolagen tipe II (kolagen yang terdapat di kartilago), dan vimentin. Faktor lingkungan dapat membuat kolagen tipe II dan vimentin  mengalami proses sitrulinasi, sehingga berubah menjadi sitrulin. Sitrulin ini dianggap benda asing oleh tubuh. Sel imun kita (sel dendritik dan leukosit) kebingungan melihat perubahan yang terjadi. Makanya mereka (sel dendritik dan leukosit) membawa  sitrulin yang mereka anggap sebagai antigen ke nodus limfa. Kemudian, di nodus limfa antigen mengaktivasi sel pengekspresi antigen kemudian mengaktivasi sel CD4 T-helper.

Sel T-helper menstimulasi sel B di membran sinovial sehingga sel berproliferasi menjadi sel plasma yang memproduksi autoantibodi. Autoantibodi yang diproduksi yaitu Reumatoid Factor (RF) yang melibatkan IgM dan IgG dan anti CCP (Citrulinated Protein). Keduanya kemudian membentuk kompleks imun dan terjadilah inflamasi kronik. Inflamasi kronis menyebabkan terjadinya angiogenesis atau pembentukan vena baru di sekitar sendi sehingga aliran darah semakin banyak kesana, dan sel yang berperan dalam proses inflamasi semakin banyak menuju ke sekitar sendi. Oleh karena itu, diagnosis penyakit RA berupa pengukuran kadar RF dan anti CCP.

Antibodi tersebut (sel T helper) kemudian masuk ke cairan sinovial (cairan dalam sendi) melalui pembuluh darah dan memproduksi sitokin berupa interferon gamma dan IL-7 di dalam cairan sinovial. Interferron gamma dan IL-7 mengundang makrofag untuk datang ke daerah persendian yang pada akhirnya memproduksi lebih banyak sitokin seperti TNF alfa, IL-1, dan IL-6.

Ketika sinovial bengkak maka akan merusakkan kartilago, otot polos, dan erosi tulang di sekitarnya akibat peran enzim protease di dalamnya.

Sitokin yang diproduksi tidak hanya berdiam diri, dia akan bermigrasi ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Yang terjadi seperi IL-6 dan IL-1 yang menuju ke otak akan berperan sebagai pirogen dan menimbulkan demam. Jika mereka pergi ke otot rangka maka akan terjadi miolisis. Jika mereka pergi ke kulit maka akan membentuk nodul reumatoid (benjolan). Jika mereka menetap di pembuluh darah maka mereka akan meningkatkan resiko ateromatous plak. Jika mereka pergi menuju hati maka akan menurunkan absorbsi Fe di hati. Jika mereka pergi ke paru-paru maka akan membentuk fibroblas yang akan membuat luka pada jaringan sehingga menurunkan kemampuan pertukaran udara di paru yang beresiko menimbulkan efusi pleura (rongga pleura terisi cairan).

Lalu, pilihan obat yang dapat digunakan untuk RA yaitu:

1. Longterm Disease Modifying Antirheumatic Medications (DMARDs)

Contoh obatnya antara lain: metotreksat (MTX), hidroksiklorokuin, sulfasalazin dengan mekanisme menekan terjadinya inflamasi (supresi inflamasi)

2. Biologic Response Modifier

Contoh obatnya antara lain: 

Abatacept (supresi sel B)

Rituximab (supres sel T)

Adalimumab, Etanercept, Infliximab (TNF alfa blocker)

Anakinra (memblok IL-1)

Tocilizumab (memblok IL-6)

3. Kombinasi DMARDs 

Jika pengobatan tunggal tidak memberikan respon yang cukup maka dapat diberikan kombinasi dua DMARD. 

4. Pengobatan Akut

Ketika terjadi serangan akut RA maka dapat diberikan obat golongan NSAID untuk mengobati nyerinya. Dapat pula ditambahkan terapi glukokortikoid (penggunaan dalam jangka pendek)

Yang membedakan RA dengan OA yaitu lama serangan RA lebih panjang serta sendi yang terserang akan terasa hangat, namun tetap dalam diagnosis dan pengobatan harus berkonsultasi dengan Apoteker dan Dokter untuk mendapatkan terapi dan diagnosis yang tepat karena penggunaan obat-obatan yang disebutkan perlu bantuan Apoteker lho.. 

Jangan sungkan-sungkan tanya Apotekernya ya :)

Osteoartritis Dalam Cerita

 Osteoartritis (OA) merupakan sebuah penyakit degeneratif, yaitu penyakit yang terjadi akibat proses penuaan. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit OA biasanya nyeri yang terletak pada sendi. Kenapa penyakit ini bisa terjadi?


Membran sinovial pada sendi terdiri dari dua jenis sel, yaitu sel tipe A dan sel tipe B. Sel tipe A bekerja untuk membersihkan debris (zat yang tidak diperlukan) yang terdapat di dalam cairan sinovial. Sedangkan sel membran sinovial tipe B merupakan sel yang berfungsi untuk mensekresikan cairan sinovial (hyaluronat).

Pada artikular kartilago, terdapat sel kondrosit yang berfungsi untuk :

1. Produksi Matriks Ekstraseluler

Matriks ekstra seluler yang diproduksi yaitu proteoglikan dan kolagen tipe II (kolagen yang terdapat di tulang lunak), Proteoglikan berfungsi untuk menjaga elastisitas tulang rawan terdiri dari asam hialuronat, kondroitin sulfat, dan keratin sulfat.

2. Mengatur Produksi dan Degradasi Kartilago/tulang rawan

Sel kondrosit juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan enzim yang mendegradasi kartilago dan enzim yang berperan dalam sintesis kartilago.

Pada penderita osteoartitis, keseimbangan ini tidak terjadi. enzim degradatif (MMP) kartilago lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan enzim pensintesis kartilago. Hal ini diakibatkan karena banyak faktor (faktor resiko) seperti usia, gen, peradangan, dan lainnya.

Ketka terjadi degradasi, sel kondrosit yang juga memiliki fungsi untuk memproduksi matriks ekstraseluler, dipaksa untuk bekerja lebih berat. Namun setelah beberapa tahun, karena overwork dari sel kondrosit maka terjadi penurunan kinerja sel kondrosit itu sendiri bahkan dapat terjadi apoptosis (selnya bunuh diri guys karena kecapekan). Hal ini menyebabkan produksi agen untuk elastisitas kartilago menurun sehingga matriks kartilago menjadi lemah. 

Matriks kartilago yang lemah lama kelamaan akan terlepas ke cairan sinovial menjadi 'res-resan rengginang'. Res-resan ini dianggap 'sampah' oleh sel dalam membran sinovial tipe A. Sel tipe A kemudian mengundang sel-sel imun lainnya (sel darah putih, makrofag) untuk datang membantu membersihkan remahan kartilago.

Berkumpulnya mediator inflamasi termasuk makrofag, sel darah putih, dll menyebabkan inflamasi di sinovial deh. inflamasi di sinovial disebut sinovitis. ketika terjadi inflamasi, kartilago semakin retak, menimbulkan gesekan-gesekan dan menghasilkan nyeri dong, jadi pergerakan pasien penderita OA terbatas. Selain pergerakannya yang terbatas, penderita OA juga dapat mengalami muscle atropi, otot disekitar tulangnya mengecil.

Untuk mengetahui seseorang menderita OA biasanya dilakukan pemeriksaan blood count terutama leukosit, pemeriksaan LED, dan pemeriksaan CRP. Pada pasien OA, kadar CRP dapat dalam rentang normal atau kadarnya meningkat.

Nah, terapi apa yang dapat digunakan?

Pertama lakukan pendekatan nonfarmakologis. Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas sendi, karena dengan itu dapat menurunkan nyeri akibat gesekan. Pasien juga disarankan untuk menurunkan berat badan, apalagi untuk pasien obesitas, hal ini dilakukan untuk mengurangi beban tulang. Pasien juga dapat disarankan untuk mengompres bagian luar sendi yang sakit menggunakan air hangat/dingin.

Untuk pengobatan secara farmakologis, Apoteker dapat menyarankan untuk memberikan paracetamol/asetaminofen (tergantung derajat nyeri yang dikeluhkan pasien). Jika nyeri pasien dinilai cukup tinggi dan tidak dapat diatasi oleh asetaminofen, maka dapat digunakan anti inflamasi non steroid (NSAID). Dapat pula diberikan injeksi intraartikular glukokortikoid untu meredakan inflamasi.

Jika pasien diketahui memiliki penyakit lambung atau kontra indikasi dengan pengobatan NSAID maka antinyeri COX-2 dapat digunakan. Dan apabila pasien baru merasakan gangguan pencernaan setelah konsumsi obat golongan NSAID maka dapat diatasi dengan penambahan obat antisekretori/obat untuk mengontrol asam lambung pasien seperti PPI/misoprostol.

Selain itu, prosedur bedah juga dapat dilakukan seperti atroskopi, asteotomi (pemotongan tulang), sambung tulang, atau mengganti sendi (artoplasi).

Udah deeh..

Need your feedback (kalau ada yang salah komen aja biar aku cek lagi) ^.^

Belajar UKAI 2021, yuk bisa yuk :D